Pengertian Persekutuan
LIKUIDASI BERTAHAP
Persekutuan
(Partnership) adalah suatu penggabungan diantara dua orang (badan) atau
lebih untuk memiliki bersama-sama dan menjalankan suatu perusahaan guna
mendapatkan keuntungan atau laba.
Pengertian
persekutuan (Patnership) menurut Para Ahli Yaitu : Menurut Suparwoto
(1997, hal 1) persekutuan dapat didefinisikan sebagai suatu gabungan
atau asosiasi dari dua individu atau lebih untuk memiliki dan
menyelenggarakan suatu usaha secara bersama dengan tujuan untuk
memperoleh laba. Persekutuan dapat didirikan oleh baik oleh dua orang
atau lebih yang semuanya mempunyai usaha atau pun belum memiliki usaha.
Firma merupakan salah satu bentuk dari persekutuan dan
pendiri-pendirinya merupakan pemilik dari firma tersebut yang disebut
dengan anggota-anggota atau sekutu-sekutu firma.
Tujuaan
pendirian persekutuan biasanya adalah untuk memperluas usaha dan
menambah modal agar lebih dapat bersaing dengan perusahaan-perusahaan
lain serta meningkatkan laba.
2.2. Karakteristik Persekutuan
Karakteristik Persekutuan adalah merupakan sifat utama atau ciri khas persekutuan yang meliputi:
1. Mutual AgencyPerwakilan bersama : Masing-masing sekutu menjadi agen/wakil dari persekutuan untuk tujuan usaha
2. Limited LifeUmur terbatas : persekutuan berlangsung selama individu-individu yang mengadakan persekutuan masih ada dan menghendaki
3. Unlimited LiabilityTanggung jawab tak terbatas : tanggung jawab anggota tidak terbatas pada jumlah investasi dalam persekutuan
4. Ownership of an Interset in a Partnership Kekayaan yang telah disetor ke dalam persekutuan sudah bukan lagi milik sekutu
penyetor, melainkan milik semua sekutu.
5. Participation on Partnership Profit Masing-masing sekutu mempunyai hak di dalam pembagian laba atau rugi persekutuan.
6. Right to Dispose of a Partnership Interest Masing-masing sekutu mempunyai hak untuk menjual atau memindahkan haknya atas modal dan hak atas laba kepada orang lain, baik kepada anggota sekutu maupun bukan.
7. Mutual Liabiliy Semua sekutu bertanggung jawab terhadap utang persekutuan. Jadi utang persekutuan adalah juga utang seluruh sekutu.
5. Participation on Partnership Profit Masing-masing sekutu mempunyai hak di dalam pembagian laba atau rugi persekutuan.
6. Right to Dispose of a Partnership Interest Masing-masing sekutu mempunyai hak untuk menjual atau memindahkan haknya atas modal dan hak atas laba kepada orang lain, baik kepada anggota sekutu maupun bukan.
7. Mutual Liabiliy Semua sekutu bertanggung jawab terhadap utang persekutuan. Jadi utang persekutuan adalah juga utang seluruh sekutu.
2.3. Bentuk-bentuk Organisasi dengan Karakteristik Persekutuan
Persekutuan dapat diklasifikasikan ke dalam :
1. Persekutuan Perdagangan
Adalah persekutuan yang usaha pokoknya adalah pembuatan, pembelian, dan penjualan barang dagangan.
2. Persekutuan Jasa-jasa
Adalah
persekutuan yang bertujuan untuk memberikan jasa-jasa karena
keahliannya, misalnya persekutuan antara akuntan, advokat dll.
Selain itu persekutuan dapat pula dibedakan antara :
3. Persekutuan Umum
Adalah
suatu bentuk persekutuan dimana semua anggotanya dapat bertindak atas
nama perusahaan dan kepadanya dapat diminta pertanggung jawaban atas
kewajiban-kewajiban persekutuan. Masing-masing anggota disebut sekutu
umum.
4. Persekutuan Terbatas
Suatu
persekutuan dimana aktivitas angota tertentu dibatasi dan sebaliknya
tanggung jawab masing-masing anggota akan dibatasi samapi jumlah
tertentu, yang mungkin sejumlah investasi yag telah diberikannya.
Anggota tersebut disebut sekutu terbatas.
5. Join Stock Companies
Adalah
bentuk persekutuan dimana struktur modalnya berupa saham-saham yang
dapat dipindah tangankan. Perpindahan hak atas saham-saham tersebut
tidak boleh mengganggu kontinuitas usaha persekutuan. Tanggung jawab
para anggota tidak terbatas seperti halnya pada persekutuan umum.
2.4. Perjanjian Persekutuan Akuntansi Dasar Persekutuan
Dalam
persekutuan tentu harus ada perjanjian sebagai dasar pijakan
pembentukan persekutuan tersebut. Pada perjanjian persektuan berisi
tentang, nama persekutuan, anggota, tanggal berdiri, sifat serta bidang
usaha, dan beberapa hal yang harus ada yaitu ;
1. Besarnya investasi dari masing-masing anggota
2. Hak dan kewajiban anggota
3. Buku-buku catatan dan laporan keuangan
4. Pembagian keuntungan
5. Hal-hal khusus yang menyangkut masalah pembebanan dan penerimaan imbalan jasa tertentu diantara para anggota.
6. Penarikan kembali modal yang disetor
7. Asuransi jiwa kematian salah satu anggota
8. Penyelesaian apabila ada perselisihan ddiantara para anggota dan lain-lain.
2.5. Pendirian Sebuah Persekutuan
Dalam
pendirian suatu persekutuan, biasanya dibuat suatu kesepakatan atau
perjanjian yang tertuang dalam akta pendirian yang berikut tentang:
1. Nama dan alamat persekutuan
2. Jenis usaha persekutuan
3. Hak dan kewajiban masing-masing anggota
4. Jumlah modal yang ditanamkan pertama kali oleh masing-masing anggota
5. Perjanjian pembagian laba/rugi
6. Syarat-syarat pengambilan modal / prive / penarikan kembali modal dan penambahan modal
7. Prosedur penerimaan anggota baru persekutuan
8. Prosedur keluarnya anggota persekutuan
9. Prosedur pembentukan Perseroan Terbatas dari persekutuan tersebut
10. Prosedur likuidasi
11. Uraian lainnya yang dianggap penting dan membutuhkan penjelasan lebih rinci
1. Akuntansi pendirian persekutuan berbentuk Firma
Firma
biasanya didirikan oleh beberapa anggota untuk berusaha bersama-sama
guna mencapai suatu tujuan tertentu. Masing-masing anggota yang
mendirikan firma dapat terdiri dari beberapa kemungkinan sebagai
berikut:
a) Firma didirikan oleh anggota-anggota yang semuanya belum mempunyai usaha (semua anggota baru)
b) Firma didirikan oleh anggota yang sudah memiliki usaha sebelumnya dan anggota yang belum memiliki usaha
c)
2. Firma didirikan oleh anggota-anggota yang semuanya belum memiliki usaha
Jika
firma didirikan oleh sekutu-sekutu yang semuanya belum memiliki usaha,
maka setoran-setoran langsung dicatat dalam buku firma yang baru. Jika
setoran-setoran meliputi aktiva non-kas, maka aktiva non-kas tersebut
terlebih dahulu dinilai menurut harga pasar atau nilai wajarnya. Apabila
nilai wajarnya atau harga pasarnya tidak dapat ditentukan maka aktiva
non-kas tersebut dinilai menurut perjanjian sekutu-sekutu firma
tersebut.
2.6. Pembagian Laba Bersih atau Rugi Bersih
Para
angota persekutuan dapat membuat persetujuan pembagian laba bersih
(rugi bersih) yang dianggap sesuai dengan kontribusi masing-masing
anggota di dalam persekutuan. Terdapat berbagai cara yang dapat dipakai
sebagai dasar pembagian laba bersih (rugi bersih) di dalam persekutuan.
Dasar pembagian laba bersih (rugi bersih) yang dipilih harus dinyatakan
di dalam perjanjian persekutuan. Adapun berbagai cara pembagian laba
bersih (rugi bersih) yang akan dikemukakan disini adalah:
1.Dibagi sama.
2.Dengan perbandingan atas dasar perjanjian.
3.Dengan perbandingan penyertaan modal.
4.Mula-mula ditentukan bunga modal dari masing-masing anggota, selebihnya dibagi atas dasar perjanjian.
5. Mula-mula diberikan gaji sebagai pemilik dan bonus kepada anggota yang aktif bekerja, sisanya dibagi atas dasar perjanjian.
6.
Mula-mula diterapkan bunga untuk modal dari anggota, kemudian gaji
sebagai pemilik dan bonus untuk anggota-anggota yang dianggap berjasa
dan sisanya dibagi atas dasar perjanjian bersama.
Contoh :
Tuan F, G dan H telah mendirikan sebuah persekutuan dan pada tahun 1980
mendapatkan keuntungan sebesar Rp 150.000,00. Pada akhir tahun1980,
diketahui posisi rekening pribadi (prive/personal/current account) dan
rekening “modal” masing-masing anggota adalah sebagai berikut :
• Apabila disetujui laba (rugi) yang diperoleh dibagi sama :
Rugi & Laba Rp 150.000,00
Pribadi, F Rp 50.000,00
Pribadi, G Rp 50.000,00
Pribadi, H Rp 50.000,00
Apabila pembagian laba/rugi dengan
perbandingan Tuan F : G : H = 3 : 5 :7
Rugi & Laba Rp 150.000,00
Pribadi, F Rp 30.000,00
Pribadi, G Rp 50.000,00
Pribadi, H Rp 70.000,00
Perhitungan:
Bagian laba Tuan F = 3/15 x 150.000 = Rp 30.000,00
Bagian laba Tuan G = 5/15 x 150.00 = Rp 50.000,00
Bagian laba Tuan H = 7/15 x 150.000 = Rp 70.000,00
Total Rp 150.000,00
Apabila pembagian laba (rugi) sesuai perbandingan penyertaan modal dari masing-masing anggota
Dalam hal ini ada 3 kemungkinan yang bias ditempuh, yaitu :
• Sesuai dengan perbandingan modal awal.
Rugi & Laba Rp 150.000,00
Pribadi, F Rp 37.500,00
Pribadi, G Rp 50.000,00
Pribadi, H Rp 62.500,00
• Sesuai dengan perbandingan modal akhir.
Rugi & Laba Rp 150.000,00
Pribadi, F Rp 40.000,00
Pribadi, G Rp 50.000,00
Pribadi, H Rp 60.000,00
• Sesuai dengan perbandingan modal rata-rata tahunan
Rugi & Laba Rp 150.000,00
Pribadi, F Rp 33.750,00
Pribadi, G Rp 41.250,00
Pribadi, H Rp 75.000,00
Masalah Gaji Pemilik, dan Bunga Modal.
Di dalam akuntansi gaji pemilik dan bunga modal (sendiri) tidak diakui
sebagai biaya (usaha) bagi perusahaan, karena pada umumnya ditentukan
sepihak (oleh pemilik sendiri) dan bukan atas transaksi yang obyektif. Namun jika dapat diidentifikasikan dengan jasa dan bunga modal maka harus diperlukan sebagai biaya yang sebenarnya.
Bagi manajemen lebih bermanfaat untuk memperlakukan gaji pemilik dan
bunga modal (sendiri) sama halnya dengan biaya usaha. Untuk itu
informasi laba (rugi) periodiknya lebih menggambarkan kemampuan
perusahaan memperoleh laba yang sebenarnya.
contohnya sebgai berikut :
A
dan B adalah anggota-anggota persekutuan yang membagi laba (rugi)
dengan perbandingan yang sama. Kepada mereka sebagai pemilik diberi gaji
masing-masing sebesar Rp. 75.000,00 per bulan untuk A dan Rp.
100.000,00 per bulan untuk B. menurut Laporan Perhitungan Rugi-laba dalm
periode tahun buku 1980, perusahaan memperoleh laba sebesar Rp.
2.500.000,00.
Apabila
gaji yang diberikan kepada A dan B diperlakukan sebagai faktor
pembagian laba, maka laba sebesar Rp. 2.500.000,00 menurut laporan
Perhitungan Rugi-Laba tersebut, akan mamberikan hak atas laba kepada
masing-masing anggota sebagai berikut :
Akan
tetapi apabila gaji yang dibayarkan kepada A dan B diperlakukan sebagai
biaya usaha, maka pembagian laba sebesar Rp. 2.500.000 akan memberikan
hak atas laba kepada masing-masing anggota sebesar Rp. 1.250.000
Dengan
demikian jerlas B akan memilih untuk memperlakukan gaji yang telah
diterimanya itu sebagai pembagian laba. Sedang bagi A lebih untung
apabila gaji pemilik diperlakukan sabagai biaya usaha bagi perusahaan.
Gaji Pemilik dan atau Bunga Modal di atas jumlah laba bersih
Contohnya :
A dan B adalah anggota persekutuan mempunyai saldo modal masing-masing
sebesar Rp. 100.000,00 untuk A. dan Rp. 200.000,00 untuk B. pembagian
laba diatur dengan ketentuan sebagai berikut :
Mula –mula di perhitungkan bunga modal sebesar 6% per tahun, sedang di
bagi dengan perbandingan yang sama.
Apabila dalam tahun 1980, perusahaan memperoleh laba sebesar Rp.
50.000,00 maka pembagian laba tersebut adalah :
Apabila
laba dalam tahun 1980 sebesar Rp. 10.000 atau Rp. 8.000 (lebih kecil
dari bunga modal) maka pembagian laba tersebut adalah :
Apabila
perusahaan rugi sebesar Rp. 4.000,00 dalam tahun 1980, maka bunga modal
harus diperhitungkan terlebih dahulu sehingga diperoleh pembagian laba
sebagai berikut :
Karena
perusahaan mengalami kerugian dan barang tidak membagikan laba kepada
anggotanya, kecuali untuk bunga modal yang telah dibayarkan. Perhitungan
pembagian laba(rugi) dalam tahun yang bersangkutan di bebankan langsung
kepada saldo modal masing-masing anggota. Meskipun B masih berhak
menerima pembagian laba Rp. 1.000 menurut perhitungan pembagian laba
(rugi), tetapi tidak mungkin ia menagihnya kepada A. penurunan
perhitungan kekayaan bersih persekutuan sebesar Rp. 22.000 (rugi usaha
Rp. 4.000 di tambah bunga modal Rp. 18.000 akan diikuti dengan
berkurangnya saldo modal masing-masing anggota sebesar Rp. 11.000
seperti terlihat pada tabel berikut ini :
Dengan
demikian ada sebagian modal A sebesar Rp. 1.000 (yaitu selisih lebih
rugi usaha dengan jumlah kerugian yang ditanggung oleh A = Rp. 4.000 –
Rp. 5.000 ) terserap dan berpindah menjadi haknya B sebagai partnernya.
Hal ini juga terbukti dari jumlah uang yang telah diterima B sebesar
Rp. 12.000 dari perusahaan, akan tatapi saldo modalnya hanya berkurang
sebesar Rp. 11.000 dalam tahun buku 1980
Untuk
menghindari keadaan sperti itu, maka biasanya di dalam perjanjian
pembagian laba ditegaskan adanay pembatasan terhadap jumlah minimum laba
yang di dapat. Berdasarkan ketentuan jumlah minimum laba tersebut
biasanya di tentukan jumlah gaji pemilik dan bunga modal yang
diperhitungkan sebagai faktor pembagian laba. Apabila diadakan batasan,
berarti laba di bawah jumlah minimum yang ditetapkan atau jumlah
kerugian harus dibagi berdasar ketentuan lain yang di tetapkan dalam
perjanjian.
Misalnya dalam perjanjian pembagian laba(rugi) persekutuan A&B pada contoh di atas ditambah ketentuan sbb :
• >laba di bawah jumlah bunga modal yang diperhitungkan dibagi sesuai
dengan perbandingan modal, sedang kerugian yang dibagi dengan perbandingan yang sama.
• >Kerugian yang diderita Rp. 4.000,00 dalam tahun 1980. dibagi rata jadi Rp. 2.000.
• >Penurunan kekayaan sebesar Rp. 22.000 diikuti berkurangnya saldo masing-masing anggota.
Koreksi atas L / R tahun-tahun yang lalu
Di dalam persekutuan, masalah yang dihadapi dalam koreksi laba
(rugi) ialah pengaruhnya terhadap hak pemilikan dan bagian atas laba
(rugi) kepada masing-masing pribadi anggota (pemilik). Hal ini
menyangkut masalah koreksi dan penyesuaian terhadap alokasi laba (rugi)
kepada msing-masing anggota pemilik.
Pada
umumnya tiga alternatif berikut ini dapat dipakai untuk menyelesaikan
penyesuaian alokasi atas laba (rugi) tahun-thaun yang lalu :
1.
Jumlah koreksi laba (rugi) yang relatif kecil, cukup ditutup atau
dibebebankan kepada laba (rugi) tahun yang berjalan, asal tidak
mempengaruhi secara material terhadap hak-hak pemilikan (saldo modal)
dari masing-masing anggota pemilik.
2.
Apabila jumlah koreksi cukup besar,dan sulit diidentifikasikan,dapat
dibebankan kepada laba (rugi) tahun yang berjalan atau dialokasikan
sebagian kepada laba (rugi) tahun-tahun yang lalu sesuai dengan kehendak
para anggota pemilik.
3.
Apabila koreksi laba (rugi) cukup besar,dan dapat
diidentifikasikan.Misalnya ada kesalahan perhitungan beban penyusutan
aktiva tetap, maka perhitungan dan alokasi kembali laba (rugi) kepada
masing-masing pemilik harus dilakukan.
• Neraca
Sebagian besar ketentuan di dalam penyusunan neraca pesekutuan tidak
berbeda dengan neraca perusahaan pada umumnya. Kecuali penyajian pada
sisi passive di dalam neraca persekutuan menggunakan dasar “konsep
pemilik (proprietary concept)”, dengan menonjolkan hak pemilikan
tiap-tiap anggota melalui rekening modalnya secara terpisah.
Perubahan Ratio Pembagian Laba (rugi)
Apabila para anggota pemilik bersepakat untuk mengadakan perubahan
ketentuan pembagian laba (rugi) perusahaan, maka terlebih dahulu harus
diadakan penilaian kembali terhadap aktiva perusahaan sebelum ketentuan
yang baru mulai berlaku. Hal ini dianggap penting agar perimbangan
hak-hak pemlikan setelah berlakunya ketentuan yang baru tetap dapat
dipertahankan. Peubahan ketentuan pembagian laba (rugi) tanpa diikuti
penilaian kembali aktiva, kemungkinan akan mengakibatkan keuntungan pada
sebagian pemilik dan kerugian bagi sebagian pemilik lainya dari posisi
aktiva sebelum ketentuan baru itu mulai berlaku. Dengan kata lain perubahan ketentuan pembagian laba, kemungkinan berlaku surut.
2.7. Laporan Keuangan Persekutuan Likuidasi Persekutuan
Likuidasi
adalah berhentinya kegiatan operasi perusahaan (pembubaran usaha)
secara keseluruhan dengan menjual sebagian atau seluruh aktiva
perusahaan, membayar semua utang pajak, kewajiban pada pihak ketiga dan
sisanya dibagikan kepada para sekutu sesuai dengan rasio laba / rugi.
Berhentinya
persekutuan sebagai bisnis mencakup penghentian aktivitas bisnis
persekutuan yang disebut entitas likuidasi persekutuan. Likuidasi
persekutuan mencakup konversi aktiva bukan kas menjadi kas, pengakuan
untung dan rugi selama masa likuidasi, pembayaran kewajiban, dan
distribusi kas kepada sekutu pada saat berakhirnya usaha. Laporan
keuangan utama untuk likuidasi persekutuan ialah laporan likuidasi
persekutuan yang meringkas seluruh transaksi dan peristiwa finansial
selama masa likuidasi. Laporan ini juga digunakan sebagai dokumen resmi
untuk likuidasi yang dilakukan melalui pengadilan.
Likuidasi
sederhana mengacu pada konversi seluruh aktiva menjadi kas sebelum
distribusi dilakukan kepada sekutu. Ketika persekutuan dilikuidasi
dengan pendistribusian bertahap kepada sekutu, kas didistribusikan
kepada sekutu setelah kewajiban dibayar, tetapi sebelum untung ataupun
rugi likuidasi diakui. Untuk mencegah pembayaran yang berlebihan kepada
sekutu, jumlah kas yang didistribusikan dihitung dengan dua asumsi yaitu
seluruh sekutu secara pribadi tidak likui dan seluruh aktiva bukan kas
rugi. Dengan asumsi ini ada dua pendekatan utama untuk menghitung jumlah
pembayaran aman kepada sekutu pada tiap tahap distribusi. Pendekatan
pertama ialah menyiapkan skedul pembayaran aman untuk setiap tahap
distribusi dan pendekatan kedua adalah menyiapkan rencana distribusi kas
yang digunakan selama proses likuidasi.
Disolusi
Masuknya
sekutu baru atau pengunduran diri sekutu lama atau meninggalnya sekutu
lama akan mengakibatkan disolusi (pembubaran) persekutuan. Tetapi
disolusi tidak selalu terjadi dengan berhentinya operasi persekutuan
atau berhentinya usaha dan akuntansi persekutuan. Disolusi persekutuan
menurut Undang-undang adalah "perubahan pada hubungan sekutu ketika ada
sekutu yang tidak lagi terlibat dalam menjalankan usaha yang berbeda
dengan penyelesaian (winding up) usaha tersebut (Bagian 29
Undang-undang).
Disolusi
persekutuan adalah berubahnya para hubungan sekutu yang menyebabkan
berhentinya persekutuan sebagai entitas hukum. Pada disolusi, entitas
persekutuan bisa berjalan terus jika ada perjanjian baru.
Ketika
persekutuan secara hukum resmi disolusi, baik dengan masuknya sekutu
baru atau dengan pengunduran diri atau meninggalnya sekutu lama, suatu
perjanjian persekutuan baru perlu dibuat untuk kelanjutan usaha
persekutuan.
PROSES LIKUIDASI
Pada umumnya likuidasi persekutuan menyangkut hal-hal:
- Mengkonversi aktiva nonkas menjadi kas.
- Mengakui keuntungan dan kerugian dan biaya likuidasi yang timbul selama masa likuidasi.
- Menyelesaikan seluruh kewajiban.
- Mendistribusikan kas kepada sekutu berdasarkan saldo akhir kas mereka.
Penjelasan
umum mengenai proses likuidasi mengasumsikan bahwa persekutuan mampu
membayar hutang-hutangnya, dengan kata lain aktiva yang dimiliki
melebihi kewajiban.
Aturan dalam mendistribusikan aktiva dalam likuidasi persekutuan dibuat bertingkat sesuai prioritas:
- Jumlah yang dipinjam dari kreditur yang bukan sekutu
- Jumlah yang dipinjam dari sekutu selain untuk modal dan laba
- Jumlah yang harus diberikan kepada sekutu sesuai kepemilikannya
Seluruh
saldo laba atau rugi dan prive harus ditutup ke perkiraan modal sebelum
distribusi dilakukan. Kekayaan persekutuan tidak boleh didistribusikan
kepada sekutu yang memiliki saldo modal negative. Maka dari itu saldo
pinjaman sekutu harus ditutup dengan saldo modal untuk menentukan jumlah
yang dibagikan kepada sekutu. Ketika jumlah yang akan dibagikan kepada
sekutu tertentu telah ditentukan, saldo pinjaman sekutu itu harus
dikurangi sebelum perkiraan modalnya dikurangi.
Likuidasi Persekutuan Sederhana
Likuidasi
persekutuan yang sederhana mengkonversi seluruh aktiva sekutu menjadi
kas dan mendistribusikan kas kepada sekutu pada penyelesaian akhir
persekutuan. Jumlah kas yang didistribusikan kepada sekutu sama dengan
saldo modal masing-masing setelah seluruh kerugian yang terjadi dari
likuidasi diakui. Kerugian selama likuidasi dibebankan langsung ke
perkiraan modal. Rasio pembagian laba dan rugi digunakan selama
likuidasi kecuali jika perjanjian persekutuan menyebutkan metode
pembagian laba dan rugi yang lain selama likuidasi. Jika dalam
perjanjian menyebutkan penyisihan untuk gaji dan bunga, maka rasio
pembagian sisal aba dan rugi yang digunakan selama likuidasi. Ini
dikarenakan keuntungan dan kerugian atas likuidasi merupakan penyesuaian
atas laba sebelumnya yang akan dibagikan dengan rasio pembagian laba
sisa, jika telah diakui sebelum disolusi.
Saldo Modal Debit dalam Persekutuan yang Likuid
Dalam
melikuidasi persekutuan yang likuid, sumber dana yang tersedia dipakai
untuk membayar kreditur dan sisanya dibagikan untuk sekutu. Tetapi
proses likuidasi bisa saja menghasilkan kerugian yang menyebabkan
perkiraan modal sekutu menjadi bersaldo debit. Jika ini terjadi, sekutu
yang memiliki saldo debit tersebut mempunyai kewajiban terhadap sekutu
yang modalnya bersaldo kredit, dan mereka diminta untuk menggunakan
harta pribadi mereka untuk menyelesaikan kewajibannya. Apabila sekutu
yang memiliki saldo debit tidak memiliki harta ppribadi, maka sekutu
yang masih memilikii kekayaan diasumsikan rugi sebesar saldo debit.
Kerugian ini dibagi berdasarkan rasio pembagian laba dan rugi.
Apabila
Jaya secara pribadi mampu membayar untuk menutupi saldo debitnya, maka
ia harus membayar sebesar Rp 3.000.000 kepada persekutuan. Pembayarannya
akan menaikkan kas menjadi Rp 28.000.000, yang nantinya akan
didistribusikan kepada Joko dan Joni pada akhir likuidasi. Jika Jaya
tidak mampu membayar untuk menutupi saldo debitnya, maka jumlah itu
dianggap rugi dan dibebankan ke Joko dan Joni menurut rasio pembagian
laba dan rugi. Rugi yang dibebankan ke Joko adalah sebesar Rp 2.000.000
(Rp 3000.000 X 0,4/0,6), dan untuk Joni sebesar Rp 1.000.000 (Rp
3.000.000 X 0,2/0,6). Dalam hal ini, kas sebesar Rp 25.000.000 dibagikan
kepada Joko sejumlah Rp 14.000.000 dan Joni sejumlah Rp 11.000.000.
PEMBAYARAN AMAN UNTUK SEKUTU
Umumnya
proses likuidasi suatu bisnis memakan waktu yang cukup panjang, dan kas
mungkin akan tersedia untuk didistribusikan kepada sekutu setelah
kewajiban dibayar, tetapi sebelum aktiva nonkas dikonversi menjadi kas.
Apabila sekutu memutuskan untuk mendistribusikan kas yang tersedia
sebelum seluruh aktiva nonkas yang dijual (dan sebelum keuntungan atau
kerugian diakui), maka akan timbul pertanyaan mengenai berapa banyak kas
yang bias didistribusikan secara aman kepada masing-masing sekutu.
Pembayaran aman ialah distribusi yang bias dilakukan kepada sekutu
dengan keyakinan bahwa jumlah yang didistribusikan tidak berlebihan,
dengan kata lain, sumber daya yang didistribusikan tidak perlu
dikembalikan kepada persekutuan.
Ukuran
pembayaran yang aman untuk sekutu didasarkan pada asumsi berikut ini:
1. Seluruh sekutu secara pribadi tidak likuid (sekutu tidak mampu
membayar kepada perusahaan), 2. Seluruh aktiva nonkas menunjukkan
kemungkinan rugi (aktiva nonkas harus dipertimbangkan rugi untuk tujuan
untuk menentukan pembayaran yang aman). Selain itu, ketika mengkalkulasi
pembayaran yang aman persekutuan juga memegang sejumlah tertentu kas
untuk menutupi biaya likuidasi, kewajiban, yang belum tercatat dan
kontijensi lainnya.
Likuidasi
bertahap merupakan suatu likuidasi yang secara umum memerlukan beberapa
bulan dalam penyelesaiannya dan mencakup pembayaran secara periodik,
cicilan/bertahap, kepada para sekutunya selama masa likuidasi. Likuidasi
bertahap mencakup distribusi kas kepada para sekutu sebelum likuidasi
aset sepenuhnya dilakukan. Berikut panduan yang dapat digunakan untuk
membantu akuntan dalam menentukan pembayaran bertahap yang aman kepada
para sekutu :
- Tidak mendistribusikan kas kepada para sekutu hingga seluruh kewajiban dan beban likuidasi aktual maupun potensial telah dibayarkan atau telah dicadangkan seperlunya.
- Antisipasilah kemungkinan yang terburuk, atau yang paling membatasi sebelum menentukan jumlah uang tunai yang dapat diterima oleh masing-masing sekutu :
- Asumsikan bahwa seluruh aset nonkas yang tersisa akan dihapuskan sebagai kerugian, yaitu bahwa tidak ada lagi yang dapat direalisasikan dari penghapusan aset.
- Asumsikan bahwa defisit timbul pada akun modal para sekutu akan didistribusikan kepada sekutu yang tersisa, asumsi bahwa defisit tersebut tidak akan dihapuskan oleh kontribusi modal tambahan para sekutu.
3.
Setelah akuntan mengasumsikan kasus terburuk yang dapat terjadi, maka
sisa saldo kredit pada akun modal menunjukkan distribusi aset dan kas
yang aman yang dapat didistribusikan kepada masing-masing sekutu dalam
jumlah yang terkait.
Untuk
menentukan pembayaran kas yang aman yang hendak dilakukan kepada para
sekutu, pihak akuntan harus membuat beberapa asumsi mengenai likuidasi
aset tersisa di masa depan. Sebelum melakukan distribusi kas kepada para
sekutu, akuntan menyusun skedul pembayaran aman kepada para sekutu dengan menggunakan asumsi kasus terburuk.
Skedul
ini dimulai dengan saldo modal dan pinjaman secara logika menggunakan
akun-akun modal yang berasal dari persamaan akuntansi : Aset – Kewajiban
= Saldo Modal Sekutu. Skedul pembayaran aman kepada para sekutu ini
mencakup seluruh informasi yang diperlukan agar para sekutu mengetahui
berapa besar kas yang akan diterima pada setiap tanggal distribusi kas.
Asumsi
kasus terburuk berupa kerugian total atas aset nonkas dan beban
likuidasi, menimbulkan total pembebanan yang harus didistribusikan
terhadap akun modal para sekutu. Jika asumsi ini menghasilkan perkiraan
defisit dalam akun modal salah satu sekutu, maka itu bukan defisit
aktual yang harus ditutup. Hal tersebut hanyalah hasil dari penerapan
asumsi kasus terburuk.
RENCANA DISTRIBUSI KAS
Rencana Distribusi Kas
Skedul
pembayaran aman merupakan metode efektif untuk menghitung jumlah
pembayaran aman kepada sekutu dan mencegah pembayaran yang berlebihan
kepada sekutu. Tetapi pendekatannya tidak efisien jika distribusi
bertahap dilakukan berkali-kali karena skedul pembayaran aman harus
disiapkan untuk tiap distribusi sampai saldo modal sesuai dengan rasio
pembagian laba dan rugi. Skedul pembayaran aman juga tidak cukup baik
sebagai alat perencanaan karena tidak memberikan informasi yang membantu
sekutu ketika mereka mengharapkan mendapatkan pembagian kas. Kekurangan
dari pendekatan skedul pembayaran aman ini bias diatasi dengan
menggunakan rencana distribusi kas pada awal proses likuidasi.
Urutan Kerentanan
Pada
awal proses likuidasi, Dono, Kasino, Indro memiliki saLdo modal
masing-masing Rp 340.000.000, Rp 340.000.000 dan Rp 200.000.000 tetapi
ekuitas mereka masing-masing adalah Rp 340.000.000, Rp 360.000.000 dan
Rp 160.000.000. Untuk menentukan kerentanan atau kemungkinan rugi
ekuitas tiap sekutu dibagi dengan rasio pembagian laba untuk
mengidentifikasi rugi maksimum yang bisa ditanggung oleh sekutu tanpa
menyebabkan ekuitas mereka berkurang sampai dibawah nol.
Urutan
kerentanan menunjukkan bahwa Dono adalah yang paling rentan terhadap
rugi karena ekuitasnya akan berkurang sampai nol akibat total rugi
likuidasi persekutuan Rp 680.000.000. Sebaliknya, kasino paling tidak
rentan karena ekuitasnya cukup untuk menanggung bagian kerugiannya
akibat likuidasi sampai Rp 1.200.000.000. Interpretasi ini membantu
menjelaskan mengapa Kasino mendapatkan seluruh kas yang didistribusikan
kepada sekutu pada tahap awal likuidasi.
Kerugian yang dapat ditanggung
Skedul
ini diawali dengan ekuitas sebelum dilikuidasi dan mengurangi ekuitas
masing-masing sekutu dengan bagian kerugiannya yang secara tepat
mengeliminasi ekuitas sekutu yang paling rentan. Langkah berikutnya
adalah mengurangkan sisa ekuitas masing-masing sekutu dengan bagian
ruginya yang secara tepat mengeliminasi ekuitas sekutu yang paling
rentan selanjutnya. Proses ini berlanjut terus sampai seluruh ekuitas
sekutu yang paling tidak rentan berkurang sampai nol. Skedul kerugian
yang diasumsikan yang bisa ditanggung untuk Dono, Kasino, Indro, adalah
berikut ini.
Kerugian
persekutuan yang benar-benar mengeliminasi ekuitas Dono ialah Rp
680.000.000 jumlah yang didapat dari perhitungan urutan kerentanan.
Setelah ekuitas Dono menurun sampai nol pada tahap pertama kerugian
dibagi 60% untuk Kasino dan 40% untuk Indro sampai ekuitas Indro menjadi
nol. Tambahan kerugian persekutuan yang menurunkan ekuitas Indro
menjadi nol adalah Rp 60.000.000 – ekuitas Indro Rp 24.000.000 dibagi
dengan 40% rasio pembagian laba setelah Dono dikeluarkan dari
perhitungan atau tidak mampu membayar. Setelah ekuitas Indro
dikurangkan menjadi nol, ekuitas Indro tinggal Rp 120.000.000.
Rencana Distribusi Kas
Kasino
harus menerima Rp 120.000.000 yang didistribusikan pertama kali kepada
sekutu. Rencana distribusi kas untuk persekutuan Dono, Kasino, Indro,
dibuat dari skedul asumsi kerugian yang bisa ditanggung sebagai berikut.
Dalam
membuat rencana distribusi kas, kas yang tersedia paling pertama untuk
didistribusi diberikan kepada kreditur bukan sekutu. Ini terdiri dari Rp
300.000.000 utang dagang dan Rp 200.000.000 wesel bayar persekutuan
Dono, Kasino, dan Indro tanggal 31 Desember 19X1. Selanjutnya Rp
20.000.000 dibayarkan kepada Kasino atas pinjaman yang diberikan kepada
persekutuan karena pinjaman sekutu lebih tinggi prioritasnya daripada
modal sekutu. Kemudian sejumlah Rp 100.000.000 yang tersedia
didistribusikan kepada Kasino dengan mempertimbangkan saldo modalnya.
Distribusi ini melengkapi penyesuaian seluruh saldo modal dan rasio
pembagian laba. Sisa distribusi dilakukan berdasarkan rasio pembagian
laba.
Kasino
dapat menganalisa rencana distribusi, kas pada 1 Januari 19X2 dan
menentukan bahwa dia akan mulai menerima kas setelah Rp 500.000.000
dibayarkan kepada kreditur. Begitu pula Kasino dan Indro dapat
menggunakan rencana ini untuk melihat kesempatan mereka dalam
memperbaiki ekuitas persekutuan mereka.
Skedul Distribusi Kas
Penerapan
lebih lanjut dari rencana distribusi kas dapat didistribusikan dengan
mengasumsikan bahwa persekutuan Dono, Kasino, Indro dilikuidasi dengan
dua tahap. Pada tahap pertama kas sebesar Rp 550.000.000 didistribusikan
dan sebesar Rp 250.000.000 pada tahap kedua dan terakhir. Dengan asumsi
ini rencana distribusi kas akan digunakan dalam menyiapkan skedul
distribusi kas seperti di bawah ini.
Kas
yang didistribusikan pada tahap pertama dialokasikan Rp 500.000.000
untuk kewajiban bukan sekutu dan Rp 20.000.000 untuk membayar kembali
pinjaman dari Kasino. Sisa Rp 30.000.000 dibayarkan kepada Kasino untuk
mengurangi saldo perkiraan modalnya. Pada distribusi tahap kedua, Kasino
mendapat Rp 70.000.000 pertama untuk menyesuaikan perkiraan modalnya
dengan Indro. Kemudian Rp 60.000.000 dialokasikan kepada Kasino dan
Indro berdasarkan rasio pembagian laba dan rugi 60:40, dan terakhir Rp
120.000.000 dialokasikan kepada Dono, Kasino dan Indro berdasarkan rasio
pembagian laba dan rugi 50:30:20. Informasi dari skedul distribusi kas
digunakan dengan cara yang sama seperti informasi dari skedul pembayaran
aman, yaitu pembayaran kas yang diindikasikan dengan skedul distribusi
kas dimasukkan dalam laporan likuidasi persekutuan dan dalam catatan
persekutuan sebagai distribusi kas yang benar-benar dilakukan.
Pembuatan
rencana distribusi kas lebih banyak memakan waktu dibandingkan
pembuatan skedul pembayaran aman. Tetapi seperti yang diperlihatkan
disini, rencana distribusi kas memberikan arti yang fleksibel dan
efisien untuk menentukan pembayaran yang aman kepada sekutu. Lagipula,
rencana distribusi kas memberikan fungsi perencanaan yang sama baiknya
dengan fungsi perhitungan.
SEKUTU DAN PERSEKUTUAN YANG TIDAK LIKUID
Untuk sekutu yang tidak likuid aturan yang berlaku untuk mengklaim harta dari sekutu yang :
1. Jumlah terutang kepada kreditur luar.
2. Jumlah terutang kepada kreditur persekutuan.
3. Jumlah terutang kepada sekutu dari kontribusi.
Persekutuan Likuid-Satu atau Lebih Sekutu tidak Likuid
Dalam
likuidasi persekutuan, kreditur persekutuan mendapatkan penggantian
atas klaim mereka dari harta persekutuan. Persekutuan harus hati-hati
untuk tidsak mendistribusikan harta persekutuan kepada sekutu yang tidak
likuid karena kreditur pribadi mereka mengklaim aktiva persekutuan atas
ketidaksanggupan sekutu membayar hutangnya. Sebagai ilustrasi Wina,
Yoke, dan Zena adalah sekutu dengan pembagian laba 30%,30% dan 40%. Wina
tidak likuid secara pribadi, dengan harta pribadi Rp 50.000.000 dan
kewajiban pribadi Rp 100.000.000.
Kasus A
|
Kasus B
|
Kasus C
| |
Kas
|
60.000.000dr
|
-
|
-
|
Modal Wina
|
18.000.000kr
|
18.000.000kr
|
21.000.000dr
|
Modal Yoke
|
18.000.000kr
|
27.000.000kr
|
9.000.000kr
|
Modal Zena
|
24.000.000kr
|
9.000.000kr
|
12.000.000kr
|
Kasus
A, ekuitas persekutuan Wina 18.000.000 tidak boleh dibayar langsung
kepada wina karena kreditur pribadi mempunyai klaim atas kepemilikan
dalam aktiva persekutuan sebesar 18.000.000. sedangkan Kasus B, kreditur
wina memiliki klaim atas aktiva pribadi Yoke karena Yoke mempunyai
hutang pribadi kepada wina sebesar 18.000.000. zena juga memiliki klaim
atas yoke sebesar 9.000.000. dan pada Kasus C, wina memiliki saldo pada
perkiraan modalnya dan ia tidak likuid. Yoke dan Zena tidak boleh
mengambil aktiva pribadi wina. Mereka membagi rugi sebesar 21.000.000
berdasarkan rasio pembagian laba 3/7 dan 4/7.
Persekutuan Tidak Likuid
Rosi,
Fani, dan Koni adalah sekutu yang membagi laba secara merata dan
persekutuan mereka sekarang dalam proses likuidasi. Setelah dikonversi
menjadi kas, akan digunakan untuk membayar kewajiban,dengan rincian:
Kewajiban 90.000.000kr Modal Fani (1/3) 30.000.000dr
Modal Rosi (1/3) 30.000.000dr Modal Koni (1/3) 30.000.000dr
Diketahui
seluruh sekutu memiliki sumber daya pribadi paling sedikit 30.000.000,
tiap sekutu harus membayar 30.000.000 ke persekutuan. Tetapi jika
kreditur menagih 90.000.000 dari Rosi, maka saldo persekutuan yang
tersisa menjadi, Modal Rosi, Fani, Koni masing – masing 60.000.000kr,
30.000.000dr,30.000.000dr. Apabila fani dan Koni hanya dapat membayar
masing-masing 30.000.000, maka desakan kreditur kepada rosi tidak
beralasan. Tetapi jika desakan terhadap rosi karena koni secara pribadi
tidak likuid dan aktiva bersih fani hanya 35.000.000, situasinya akan
berubah. Dalam hal ini rosi dan fani membagi kerugian Koni sebesar
30.000.000, dimana setelah itu rosi memiliki saldo modal kredit
45.000.000 dan fani saldo debit 45.000.000. Jadi, karena aktiva pribadi
fani hanya 35.000.000, rosi menagih dari 35.000.000 dari fani dan sisa
10.000.000 dalam saldo debit modal fani dihapuskan sebagai kerugian
rosi.
2.8. Pembelian Kepemilikan dalam Persekutuan
Perkembangan dunia usaha saat ini sulit untuk diprediksi, baik
dalam proses pertumbuhan maupun dalam proses penyesuian dengan kondisi
ekonomi. Demikan juga dalam persekutuan yang sudah berjalan dengan
perjanjian yang sudah dibuat adakalnya harus mengalami
perubahan.perubahan dalam persekutuan sudah menjadi hal biasa. Hanya
saja perubahan tersebut mempunyai perlakuan khusus dalam akuntansinya.
Perubahan-perubhan dalam persekutuan akan mengakibatkan persekutuan
tersebut.
Dari
sisi yuridis persekutuan dinyatakan bubar apabila perjanjian yang telah
disepakati untuk menjalankan usaha bersam-sama (sesuai dengan
karakteristik persekutuan) telah berakhir. Masuknya sekutu baru atau
pengunduran diri sekutu lama atau meninggalnya salah satu skutu atau
adanya sengketa diantara skutu baik permintaan anggota sekutu tersebut
atau lewat pengadilan, maka persekutuan tersebut dinyatakan dibubarkan.
Ketika
persekutuan secara yuridis dinyatakan dibubarkan dengan alasan-alasan
di atas, maka perjanjian baru perlu dibuat lagi untuk kelanjutan usaha
tersebut. Jadi pembubaran yang dimaksud dalam pokok bahasan ini
pembubaran dari sisi yuridis bukan pembubaran operasional perusahaan.
Permasalahan
timbul sehubungan dengan pembubaran ini adalah penilaian kembali
terhadap aset-aset persekutuan. Ada pendapat yang menyatakan karena
pembubran persekutuan lama, maka seluruh aktiva yang ditransfer
persekutuan yang baru harus dinilai ulang dengan cara yang sama seperti
kalau persekutuan tersebut dijual keperusahaan lain. Atau pendapat lain
tidak harus dinilai seperti itu. Kedua pendapat itu mempunyai nilai
masing-masing. Hanya saja dalam bab ini tidak membahas tentang pendapat
tersebut, tetapi poko bahasan bab ini terfokus pada sisi akuntansi
perubahan persekutuan dengan alasan-alasan diatas dan bagaimana goodwill
atau bonus diberikan kepada anggota-anggota persekutuan.
Kondisi-kondisi yang menyebabkan pembubaran terjadinya persekutuan
adalah:
1. Pembubaran karena tindakan sekutu.
a. Tidak tercapainya tujuan atau jangka waktu yang telah ditentukan berakhir.
b. Kesepakatan
bersama. Anggota-anggota sekutu dapat menyetujui secara timbal balik
perubahan setiap saat dalam keanggotaan persekutuan atau untuk
membubarkan persekutuan mereka.
c.
Pengunduran dari salah seorang anggota sekutu. Seorang sekutu mempunyai
hak untuk mengundurkan diri dari persekutuan. Pengunduran diri ini akan
mengakibatkan pembubaran persekutuan.
2. Pembubaran karena keputusan pangadillan
a. Ketidakmampuan anggota sekutu untuk memenuhi kewajiban nya terhadap perjanjian persekutuan.
b. Perselisihan antar anggota sekutu
c. Operasional perusahaan tidak mungkin lagi untuk diteruskan, karena perusahaan mengalami kerugian terus menerus.
d. Tindakan anggota sekutu yang mengakibatkan tidak adanya keserasian dalam usaha yang sedang berjalan.
e.
Atau alasan-alasan lain yang menyebabkan pengadilan menyatakan
persekutuan tersebut dibubarkan, misalnya kecurangan atau kekeliruan
dalam pembentukan formasi persekutuan.
3. Pembubaran menurut undang-undang.
a. Meninggal salah seorang sekutu.
b. Bangkrutnya salah seorang atu lebih anggota sekutu.
c. Kejadian-kejadian tertentu yang dilakukan oleh salah seorang anggota sekutu yang membawa nama persekutuan.
d. Adanya bencana, perang yang mengakibatkan persekutuan tidak dapat diteruskan.
2.9. Investasi Aset dalam Persekutuan Keluarnya Sekutu
Masuknya
sekutu baru melalui investasi aset ke dalam persekutuan merupakan
transaksi yang terjadi antara sekutu baru dengan persekutuan. Transaksi
ini sering kali disebut sebagai penerimaan melalui investasi (Admission
by investment), dimana baik aset bersih maupun total modal persekutuan
akan bertambah.
Pada
kasus masuknya sekutu melalui investasi, akan timbul kerumitan ketika
investasi sekutu baru berbeda dari ekuitas modal yang diperoleh. Ketika
nilai tersebut tidak sama, maka selisih yang timbul merupakan bonus yang
akan diberikan untuk sekutu lama atau sekutu baru.
Bonus untuk sekutu lama
Untuk alasan pribadi maupun bisnis, sekutu lama tidak akan mau menerima sekutu baru tanpa menerima bonus.
Dua faktor akuntansi menjadi alasan dalam bisnis, pertama, total modal sekutu sama dengan nilai buku aset bersih yang dicatat oleh persekutuan.
Pada saat sekutu baru masuk, nilai pasar wajar aset seperti tanah an
bangunan mungkin lebih tingi dari pada nilai bukunya. Bonus pembantu
menutupi selisih yang timbul antara nilai pasar wajar dengan nilai buku.
Kedua, pada saat persekutuan mengalami laba, maka akan ada goodwill.
Namun, goodwill yang timbul tersebut tidak akan dicatat atau masuk
sebagai bagian dari total modal sekutu. Bonus tersebut akan menambah
saldo modal para sekutu lama. Nilai bonus akan dialokasikan berdasarkan
rasio laba sebelum masuknya sekutu baru.
Bonus untuk sekutu baru
Bonus
untuk sekutu baru biasanya timbul ketika investasi yang dilakukan oleh
sekutu baru kurang dari besarnya modal yang akan dikreditkan di
persekutuan.
2.10. Pembayaran dengan Harta Pribadi Sekutu
Keluarnya sekutu dengan pembayaran mrnggunakan harta pribadi sekutu merupakan transaksi antar sekutu sebagai orang pribadi. Hal tersebut berlawanan dengan masuknya skutu baru dengan membeli kepemilikan sekutu. Aset persekutuan tidak terganggu
2.11.Pembayaran dengan Aset persekutuan
Keluarnya sekutu dengan pembayaran dari aset persekutuan merupakan transaksi yang melibatkan persekutuan.baik aset bersih maupun total modal persekutuan sama-sama berkurang.
Menggunakan aset persekutuan untuk membayar hak kepemilikan sekutu yang
keluar merupakan kebalikan dari penerimaan sekutu baru melalui
investasi aset ke dalam persekutuan.
Kebanyakan
perjanjian persekutuan menyebutkan bahwa besarnya nilai aset yang
dibayarkan seharusnya berdasarkan nilai pasar yang wajar pada saat
keluarnya sekutu. Ketika dasar
penggunaan ini digunakan maka selisih yang timbul antara saldo nilai
aset yang tercatat dalam persekutuan dengan nilai pasar wajar seharusnya
(1) dicatat dengan jurnal penyesuaian (2) dialokasikan kepada seluruh
sekutu dengan menggunakan dasar rasio laba.
2.12.Meninggalnya Sekutu
Pada
saat sekutu meninggal dunia maka akan membubarkan persekutuan. Ketika
sekutu meninggal biasanya akun-akun persekutuan ditutup untuk menentukan
ekuitas suku pada tanggal kematian. Hal tersebut dapat dilakukan dengan(1) menentukan laba atau rugi bersih hinggal tanggal kematian (2) menutup buku persekutuan (3) menyusun laporan keuangan.
Comments
Post a Comment